Langkah Perubahan R.A. Kartini

Header Menu


Langkah Perubahan R.A. Kartini

Sabtu, 20 April 2019



Pada 17 April lahir seorang wanita asal Jepara yang bernama R.A. Kartini. Beliau merupakan putri dari Bupati Raden Mas Adipati Ario Sosrodiningrat seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara.
Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.--R.A. Kartini
R.A. Kartini merupakan sesosok wanita yang sangat luar biasa dimasanya dan bahkan jasa beliau masih terkenang hingga sekarang. Pejuang emansipasi wanita; hak dan kesetaraan gender  wanita, Seorang penerang jalan gelap bagi para wanita. dengan perjuangan itu kini semua wanita dapat memiliki kebebasannya.

Lahir dari keluarga priyayi atau kelas bangsawan, tidak lantas menjadikan beliau sombong, bahkan beliau tidak mau dipanggil “Raden Ajeng” karena beliau beranggapan bahwa keturunan bangsawan atau tidak kedudukannya tetap sama. Jadi tidak perlu ada embel-embel Raden Ajeng.

Habis gelap terbitlah terang. --R.A. Kartini

Perjuangan R.A. Kartini dilatarbelakangi oleh kehidupan wanita pada zamannya yang serba dibat. Wanita pada zaman itu hanya boleh di dapur, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, menjalankan fungsinya sebagai seorang istri, dan mereka tidak diberi hak yang sama untuk mengenyam pendidikan seperti kaum laki-laki pada masa itu. Dalam kondisi demikian, Kartini melihat adanya kesenjangan intelektual antara suami dan istri khususnya dalam bidang pendidikan. Untuk itu, muncullah inisiatif dari Kartini untuk menyuarakan emansipasi wanita, yang memang pada masa itu masih dianggap sebagai hal tabu.

Berkat perjuangan Kartini, wanita era sekarang merasakan dampak yang luar biasa. Dimana tidak ada lagi perbedaan gender, semua wanita dan laki-laki dianggap sama sederajat. Berhak memperoleh kesempatan dalam bidang apapun termasuk bidang pendidikan. Bahkan pekerjaan yang dulunya dianggap sebagai pekerjaan khusus kaum laki-laki pun, kini kaum wanita bisa menjadi bagian dari pekerjaan itu juga. Misalnya menjadi polisi wanita (polwan), pilot wanita, tentara wanita, menteri wanita, pemimpin negara wanita dan masih banyak lagi.

Seiring dengan gencarnya slogan “emansipasi wanita” tak pelak menjadikan wanita masa kini terkadang lupa kodratnya sebagai seorang wanita. Mereka memaknai emansipasi sebagai bentuk perlawanan, pemberontakan, dan kebebasan tanpa batas. Padahal kita tau sendiri bahwa wanita masih memiliki tanggung jawab lain yaitu sebagai istri dan ibu dalam keluarganya. Ia memiliki kewajiban untuk melayani suami serta mendidik anak-anaknya terlepas dari pekerjaan yang dijalaninya.

Dengan demikian, perlu diketahui bahwa emansipasi bukanlah –sesuatu- untuk ‘menghilangkan kodrat wanita’. Melainkan mensejajarkan peran kaum wanita dengan kaum laki-laki untuk menjalin hubungan yang bersifat partnership, bukan saling menguasai atau melepaskan diri dari tanggung jawab yang ada.