Surat Cintaku Ditolak Ibu Dosen
Senin, 7 April 2025

Header Menu


Surat Cintaku Ditolak Ibu Dosen

Kamis, 13 Desember 2018

Related image

“Dari sekian banyak, hanya milik kamu yang tidak sesuai. Apa kemarin kamu mendengarkan apa yang saya sampaikan?”
“Maaf bu, kemarin saya tidak berangkat.”
“Ini saya kembalikan, dan untuk ini nilai kamu nol.”

Aku hanya bisa diam, aku tak tau apa yang aku rasakan saat ini, aku merasa terluka, aku merasa sakit hati, aku seperti pasangan kekasih yang sedang merasakan patah hati.
Kembali ke hari sebelumnya, aku ingat itu adalah hari minggu yang bisa dibilang sangat cerah. Saat itu aku terbangun pukul 9 pagi, ku sapa pagi dengan secangkir teh(tawar) dan sebatang rokok, “Oh sungguh hari minggu yang begitu indah.” Pikirku.

Tapi semua itu seketika musnah saat aku dengar suara dari ponselku, ternyata itu adalah pesan dari grup kelasku, pesan dari ketua kelasku. Dimana ia mengingatkan bahwa besok ada tugas yang harus dikumpulkan besok itu juga, “Sungguh ketua kelas yang bijaksana.” Pikirku. Seketika pada saat itu grup kelas langsung ramai dengan pesan-pesan tidak penting dari teman-teman dikelasku, “Ahh.. Benar-benar tidak penting.” Ujarku. Tak terasa karena terlalu fokus dengan ponselku tehku sudah mulai dingin dan rokokku sudah terbakar habis, yang tersisa Cuma abu. “Sialan memang.” Ujarku sambil memukul layar ponselku.

Aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang percaya dengan kutipan “Jika bisa dikerjakan nanti, mengapa harus sekarang?”, karena itulah saat kuterima pesan tentang tugas itu tadi, aku tidak terlalu memikirkannya aku santai-santai saja “Nanti malam aja ngerjainnya, ini kan hari minggu yang indah.” Pikirku sambil menatap langit, saat aku menatap indahnya langit aku memikirkan dan membulatkan tekad bagaimana aku harus menikmati hari minggu yang sangat indah ini. Yaa, dengan kembali tidur! Aku lekas masuk kembali kedalam kamar, kukunci jendela serta pintu kamar, kumatikan lampu, kulepas semua pakaianku, dan aku melompat ke tempat penuh kenikmatan didunia, diatas kasur, lekas aku tertidur.

Tak terasa aku tidur dengan begitu nyenyaknya, saat aku terbangun kupandangi ponselku dan sudah hampir jam 9 malam, sialan aku sudah tertidur hampir 12 jam lamanya. Langsung aku bergegas mengambil handuk dan pergi mandi, begitu segarnya saat mandi. Setelah selesai mandi, aku keluar kamar mandi dan tersadar bahwa aku keluar tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhku, "ah sialan handukku ketinggalan dikamar mandi! untung gak ada yang melihatmu pendi teman kecilku.” Ujarku dalam hati.

Setelah selesai, aku bersiap-siap keluar ku kemas barang-barangku dan langsung pergi keluar untuk makan serta mengerjakan tugas. Aku mengirim pesan ke temanku bahwa aku akan datang ketempatnya untuk mengerjakan tugas, setelah selesai makan aku langsung pergi ketempatnya. Pukul 10 malam lebih, aku sampai ditempatnya. Aku membuka laptopku dan mulai mengerjakan tugasku, kulihat kesamping temanku sedang berbaring dan menatap layar ponselnya sambil tertawa menjijikan. “Bro ngapain lu? Engga ngerjain tugas lu?” tanyaku, “Santailah, waktu masih panjang. Tugas kaya gitu mah, setengah jam juga jadi.” Jawabnya sambil menatap layar ponselnya dan tertawa menjijikkan. Sungguh dalam pikiranku aku ingin sekali memusnahkan tawa menjijikkan itu dari mukanya, ingin sekali kulempar asbak yang berada disampingku ini kearah mukanya. Tapi aku ingat lagi bahwa dia salah satu teman baikku yang selalu meminjamkan uang saat tanggal tua, saat aku selalu bercumbu tiap harinya denga sebungkus Mi instan, dia selalu menolongku.

Tak terasa sudah hampir 1 jam lamanya, dan aku masih belum menulis apa-apa. Terlalu banyak godaan yang aku terima Tuhan. Bahkan aku masih belum menulis judul sekalipun, dan ini sudah hampir jam 12 malam, dan tiba-tiba hal yang tak diinginkan pun terjadi. Yaa, tiba-tiba saja lampu mati, dan ternyata sedang ada pemadaman listrik. “Ah sial.. Oh Tuhan tolong maafkan hambamu ini.” Ujarku dalam hati. Mengapa pada saat genting seperti ini hal ini terjadi, pada saat aku sedang merenung, tiba-tiba aku merasa bahwa si teman kecilku pendi sedang dipegang-pegang, “Eh bro, lu lagi megang otong gue noh? Lu lagi ngapain sih?” tanyaku, “Aku lagi nyari korek sialan, pantes kok korek rasanya lembek banget, taunya punya lu, hahaha sorry bro.” Jawabnya. “Oh tuhan hambamu ini telah ternodai, aku sudah tidak perjaka lagi” pikirku. Pada saat itu entah kenapa hawa serta pikiran untuk membunuh muncul dalam benakku.

Tak terasa sudah pukul 1 pagi, listrik belum juga menyala, tulisanku sudah berkembang dari sebelumnya, yaa aku sudah mempunyai judul untuk tulisanku. Tapi sial, laptopku sudah mau kehabisan baterai, ponselku sudah hampir mati, dan temanku sudah tertidur pulas. Sungguh sangat sial malam ini, lalu aku menghubungi temanku yang lainnya apakah ditempatnya juga mati lampu dan untungnya ditempatnya tidak terjadi pemadaman listrik, aku lekas bersiap-siap dan mengemas barangku untuk pergi ketempatnya. Sesaat saat aku menyalakan sepeda motorku aku teringat sesuatu, oh sial aku melupakan temanku yang sedang tertidur tadi, dia belum mengerjakan tugasnya. Karena aku adalah teman serta warga Negara yang baik, lekas aku membangunkannya dan mengajaknya untuk sama-sama mengerjakan tugas. Tapi sungguh butuh kesabaran yang lebih untuk membangunkannya, untung aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang memiliki kesabaran diatas rata-rata.
Sesampainya ditempat temanku yang satunya, mulai kubuka kembali laptopku sambil menchargenya, kutatap ponselku yang sedang dicharge juga, oh sialan sudah pukul 2 pagi, dan besok aku harus berangkat jam 7 pagi. Aku terduduk diam menatap layar laptopku, dan kedua temanku juga sudah mulai mengerjakan tugas mereka. “Hei cuy, bikinin kopi dong.” Kataku, “bikin aja sana sendiri didapur.” Jawab temanku, akupu pergi kedapur untuk menyeduh secangkir kopi, kembali kutatap layar laptopku sambil sesekali menyeruput kopi yang sudah aku buat tadi, dan ya kopi memang salah satu bahan bakar otak, mulai muncul ide-ide diatas otakku untuk mengisi tulisanku.

Jam 4 pagi, aku sudah selesai dengan tulisanku, tapi hanya sejenak pikiran itu datang dan hilang seketika saat temanku berkata sambil ia melihat hasil tulisanku “Hei cuy, tulisan lu kurang satu bab tuh.” Oh sialan ternyata memang kurang satu bab lagi, seketika kulanjutkan kembali menulis.
Dan akhirnya tulisanku sudah benar-benar selesai, dan jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Kedua temanku masih belum selesai dengan tulisan mereka, aku mulai berbaring melemaskan tubuh serta otakku, aku juga mencoba untuk tidur, tapi tidak bisa. Kulihat kedua temanku masih terpaku dengan layar laptop mereka, aku berpikir mungkin mereka tidak akan tepat waktu. “Hei mungkin kalian tidak akan tepat waktu.” Ujarku, “Gakpapa lah buat aja dulu, gampang ngumpulinnya mah nyusul.” Jawab mereka.  Sungguh suatu semangat dan keyakinan yang hebat pikirku.

Pukul 6 pagi, aku pulang dari tempat temanku dan kembali ke kosanku. Aku langsung mandi dan bersiap-siap untuk berangkat. Aku siap berangkat, dan siap untuk mengumpulkan tulisanku. Lekas aku langsung berangkat. Pukul 7 lebih aku sampai diruang kelas, dan Ibu dosen sudah memulai kelasnya. Kutengok sekelilingku, aku tidak melihat kedua temanku, mungkin mereka masih terpaku dengan tulisan mereka, atau mungkin mereka tertidur pulas dan telat bangun, pikirku. Dan kelaspun berlangsung, pada saat kelas tinggal setengah jam lagi, sang Ibu dosenpun mulai menanyakan tugas yang ia beri dan menyuruh setiap mahasiswanya mengumpulkan tugas yang telah ia beri. Akupun pergi ke meja depan tempat duduk Ibu dosenku untuk mengumpulkan tugas dan setelah itu aku lekas kembali duduk ditempat dudukku. Beberapa saat setalah tugas para mahasiswa terkumpul semuanya, sang Ibu dosenpun mulai mengecek setiap tugas yang telah terkumpul, dan saat itulah aku dipanggil Ibu dosenku untuk maju kedepan. Itulah yang telah terjadi sampai saat ini.

Semua usaha dan perjuanganku telah sia-sia, apakah Ibu dosen sebegitu membenciku? Mungkin aku juga yang salah karena tidak menanyakan tentang ketentuan tugas yang telah beliau beri kepada temanku yang lebih mengetahui detailnya. Beliau juga menyampaikan bahwa pengumpulan tugas hanya berlaku dan diterima hanya pada pelajarannya hari ini, setelah itu segala bentuk keterlambatan tidak diterima. “Oh sungguh kasihan kedua temanku.” Pikirku.

Aku merasa sakit hati yang teramat sakit, begitu pentingkah sebuah hasil? Apakah perjuangan untuk mencapai hasil tersebut tidak ternilai? Kenapa setiap orang hanya terpaku pada hasil tanpa memikirkan betapa beratnya perjuangan yang diperbuat untuk mencapai hasil tersebut. Itulah yang aku rasakan saat ini, aku sungguh merasa kecewa, semua perjuangan yang telah aku lalui sampai saat ini hanya bernilai nol dimatanya. Aku cuman ingin dihargai, yang aku butuh cuman penghargaan untuk perjuangan yang telah aku lakukan, walaupun nilai yang aku dapat satu sekalipun tapi setidaknya itu bukan Nol. Atau mungkin seperti ini, mungkin tulisanku tidak sesuai, tapi alangkah baiknya jika aku diberi kesempatan yang lain untuk memperbaikinya, Tuhanpun terkadang memberi kesempatan yang lain untuk hambanya. Lalu kenapa manusia tidak bisa? Apa mungkin manusia derajatnya lebih tinggi dari Tuhan? Sungguh ironis. Aku adalah seorang pria yang sedang patah hati karena surat cinta yang aku buat untuk dosenku telah ditolak olehnya.

“Terkadang seseorang hanya memandang suatu pencapaiannya saja, tanpa berfikir bagaimana usaha untuk mendapatkannya.”

Loading